Nasib burung beo di ujung tanduk. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, burung beo terancam punah di Halmahera, Maluku Utara akibat proyek pertambangan yang kini masuk tahap eksplorasi. Karena itu, Walhi menentang proyek tersebut.”Lahan konsesi pertambangan di situ mencakup kawasan spesies endemik yang diklasifikasikan dilindungi, rentan, dan terancam punah,” kata Manajer Kampanye Tambang Walhi Pius Ginting.
Menurut Pius, lebih disesalkan lagi, Bank Dunia telah mendukung proyek pertambangan nikel di Halmahera itu. Bank Dunia merencanakan pertemuan konsultasi dengan Walhi dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya pada Senin ini.
Untuk menangani dukungan finansial proyek pertambangan di Halmahera ini, Bank Dunia membentuk Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).
Terancam punah
Pius menyebutkan, di wilayah kontrak pertambangan di Pulau Halmahera terdapat habitat burung beo (Chaterring lory). Burung ini diklasifikasikan sebagai spesies terancam punah yang termuat di dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2007.
”Empat jenis burung lainnya di Halmahera masuk klasifikasi rentan, yaitu kakatua putih, drummer rail, sombre kingfisher, dan dusky friarbird,” kata Pius.
Untuk jenis amfibi, di Halmahera terdapat 9 spesies yang diklasifikasikan rentan. Diidentifikasikan pula, sedikitnya terdapat 17 spesies tumbuhan terdapat di lokasi kontrak karya penambangan di Halmahera dalam status rentan dan terancam.
Wakil Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lukman Hakim menengarai, banyaknya perizinan tambang berkontribusi besar pada kehancuran keanekaragaman hayati. Untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati, LIPI bekerja sama dengan pemerintah daerah sedang membangun kebun raya. Untuk kawasan Maluku Utara akan dibangun di Jailolo, Halmahera
Posting Komentar